Tenggelam dalam Notifikasi? Ini 5 Cara Pentingnya Menjaga Kewarasan di Era Banjir Informasi
Ponsel kita bergetar. Sebuah notifikasi berita terkini muncul, di susul oleh puluhan pesan dari grup WhatsApp, lalu email pekerjaan, kemudian update dari teman di Instagram Stories, dan video-video pendek tak berujung di TikTok. Semua ini terjadi bahkan sebelum kita sempat menghabiskan secangkir kopi pagi kita. Selamat datang di era banjir informasi, sebuah kondisi di mana kita terhubung dengan segala hal, setiap saat, tanpa jeda. Pun demikian, tetap harus diperhatikan pentingnya menjaga kewarasan dan kesehatan mental kita.
Di satu sisi, akses instan terhadap informasi adalah sebuah anugerah. Namun di sisi lain, paparan yang berlebihan ini telah menciptakan sebuah “polusi” baru yang tak kasat mata: polusi informasi. Otak kita, yang tidak dirancang untuk memproses stimulus sebanyak ini secara terus-menerus, mulai menunjukkan gejala kelelahan. Kecemasan, kesulitan fokus, dan perasaan “terbakar” (burnout) kini menjadi epidemi baru. Di tengah lautan kebisingan digital ini, pentingnya menjaga kewarasan bukan lagi sebuah kemewahan, melainkan sebuah keterampilan bertahan hidup yang esensial.
Dampak Psikologis dari ‘Tsunami’ Informasi
Mengapa banjir informasi begitu berbahaya bagi kesehatan mental kita?
- Beban Kognitif Berlebih (Cognitive Overload): Otak kita memiliki kapasitas terbatas untuk memproses informasi dalam satu waktu. Saat kita terus-menerus “membombardirnya” dengan data baru, otak akan kelelahan. Hasilnya adalah penurunan kemampuan untuk berpikir kritis, membuat keputusan yang baik (decision fatigue), dan mengingat informasi penting.
- Siklus Dopamin yang Merusak: Media sosial dirancang untuk menjadi adiktif. Setiap like, komentar, atau video baru yang menarik akan melepaskan sedikit dopamin (hormon kesenangan) di otak kita, membuat kita terus-menerus kembali untuk mencari “suntikan” berikutnya. Ini melatih otak kita untuk selalu mencari gratifikasi instan dan sulit untuk fokus pada tugas-tugas yang membutuhkan perhatian jangka panjang.
- Kecemasan dan FOMO (Fear of Missing Out): Paparan konstan terhadap berita buruk dari seluruh dunia atau kehidupan “sempurna” orang lain di Instagram dapat memicu perasaan cemas, tidak mampu, dan takut ketinggalan.
Lima Strategi untuk Kembali Mengambil Kendali
Menjaga kewarasan di era digital bukanlah tentang “kabur” dari teknologi, melainkan tentang belajar untuk menggunakannya dengan lebih sadar dan sengaja. Berikut adalah lima strategi yang bisa Anda terapkan.
1. Jadilah ‘Kurator’ yang Kejam bagi Linimasa Anda
Linimasa media sosial Anda adalah “piring makan” informasi Anda. Berhentilah menjadi konsumen pasif yang menelan apa saja yang disajikan oleh algoritma.
- Cara Melakukannya:
- Audit Akun yang Anda Ikuti: Sisihkan waktu satu jam untuk menelusuri daftar akun yang Anda ikuti. Tanyakan pada diri sendiri: “Apakah akun ini memberikan nilai positif, atau justru membuat saya merasa cemas/iri?”. Jangan ragu untuk menekan tombol unfollow, mute, atau block.
- Manfaatkan Fitur ‘Favorites’ atau ‘Close Friends’: Prioritaskan konten dari orang-orang yang benar-benar penting bagi Anda.
2. Terapkan ‘Puasa’ Digital atau Detoks Notifikasi
Anda tidak harus selalu terhubung. Memberikan “jeda” bagi otak Anda sangatlah penting.
- Cara Melakukannya:
- Matikan Notifikasi yang Tidak Penting: Matikan semua notifikasi push dari aplikasi media sosial, e-commerce, dan game. Biarkan hanya notifikasi esensial (seperti pesan atau telepon) yang menyala.
- Tentukan “Jam Bebas Gawai”: Tetapkan waktu-waktu tertentu di mana Anda berkomitmen untuk tidak menyentuh ponsel sama sekali. Misalnya, satu jam pertama setelah bangun tidur, saat sedang makan, atau satu jam sebelum tidur.
3. Praktikkan Single-Tasking
Lupakan mitos multitasking. Melakukan banyak hal sekaligus hanya akan memecah fokus Anda dan menghasilkan pekerjaan yang dangkal.
- Cara Melakukannya: Saat Anda sedang bekerja, tutup semua tab browser yang tidak relevan. Posisikan ponsel Anda di luar jangkauan pandangan. Atur timer (misalnya 25 menit menggunakan Teknik Pomodoro) dan berkomitmenlah untuk fokus hanya pada satu tugas selama periode itu.
4. Cari “Ketenangan” di Dunia Nyata
Untuk melawan kebisingan digital, kita harus secara aktif mencari ketenangan di dunia fisik.
- Cara Melakukannya:
- Terhubung dengan Alam: Luangkan waktu untuk berjalan-jalan di taman tanpa mendengarkan podcast atau musik.
- Tekuni Hobi Non-Digital: Membaca buku fisik, melukis, berkebun, atau memasak adalah bentuk meditasi aktif yang sangat baik.
- Nikmati Momen: Saat Anda sedang menikmati makanan, nikmatilah rasanya. Bahkan saat menikmati hidangan sederhana seperti seblak anti-mainstream, fokuslah pada pengalaman rasa tersebut.
5. Latih Pikiran Anda dengan Mindfulness
Mindfulness atau kesadaran penuh adalah kemampuan untuk membawa perhatian kita ke momen saat ini tanpa penghakiman.
- Cara Melakukannya: Anda bisa memulainya dengan latihan pernapasan sederhana selama 5 menit setiap hari. Duduklah dengan tenang, tutup mata Anda, dan fokuslah hanya pada sensasi napas yang masuk dan keluar. Latihan ini akan melatih “otot” fokus Anda.
Untuk mendapatkan panduan dan teknik-teknik praktis dalam mengelola stres dan kesehatan mental di era modern, sumber-sumber kredibel dari institusi kesehatan seperti National Institute of Mental Health (NIMH) adalah rujukan yang sangat baik.
Pentingnya Menjaga Kewarasan: Jagalah Gerbang Pikiran Anda
Pada akhirnya, pentingnya menjaga kewarasan di era banjir informasi adalah tentang merebut kembali kendali atas aset kita yang paling berharga: perhatian. Teknologi dan algoritma akan selalu mencoba untuk mencurinya demi keuntungan komersial. Tugas kita adalah untuk menjadi penjaga gerbang yang lebih bijaksana bagi pikiran kita sendiri. Dengan menjadi lebih sadar dan sengaja tentang informasi apa yang kita konsumsi, kapan kita mengonsumsinya, dan seberapa banyak, kita tidak hanya akan melindungi diri dari kelelahan mental, tetapi juga akan menemukan kembali ruang untuk berpikir jernih, berkreasi, dan benar-benar hadir dalam kehidupan kita.
5 Dampak Kesepian pada Kesehatan Mental dan Fisik, Kata Psikolog